Akseswarganet – Gohyong adalah Kuliner Lezat Perpaduan Budaya Tionghoa dan Betawi
Gohyong merupakan salah satu kuliner tradisional yang menarik untuk dibahas. Hidangan ini mencerminkan perpaduan budaya yang unik antara Tionghoa dan Betawi, menghasilkan cita rasa yang khas dan menggugah selera. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai gohyong, mulai dari definisi hingga cara menikmatinya.
Pengertian Gohyong
Gohyong adalah hidangan yang terdiri dari gulungan daging cincang yang dibungkus dengan kulit tahu atau lumpia, kemudian digoreng hingga renyah. Nama “gohyong” berasal dari bahasa Hokkian yang berarti “lima rempah”, merujuk pada campuran bumbu khas yang digunakan dalam pembuatannya.
Hidangan ini memiliki tekstur yang unik, dengan bagian luar yang renyah dan bagian dalam yang lembut dan gurih. Cita rasanya merupakan perpaduan sempurna antara gurih, manis, dan sedikit asam dari saus pelengkapnya. Gohyong biasanya disajikan sebagai hidangan pembuka atau camilan, namun tidak jarang juga dijadikan lauk pendamping nasi.
Keunikan gohyong terletak pada proses pembuatannya yang melibatkan dua tahap pemasakan: pengukusan dan penggorengan. Hal ini menghasilkan tekstur yang berbeda pada bagian luar dan dalam, menciptakan pengalaman makan yang menarik. Selain itu, penggunaan bumbu lima rempah memberikan aroma dan rasa yang khas, membedakannya dari hidangan sejenis.
Sejarah dan Asal-usul Gohyong
Gohyong memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perjalanan kuliner lintas budaya. Asal-usul hidangan ini dapat ditelusuri kembali ke provinsi Fujian di Tiongkok selatan, tempat asal sebagian besar imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia pada abad ke-15 hingga 17.
Di tanah asalnya, hidangan ini dikenal dengan nama “Ngo Hiang” atau “Wu Xiang” yang berarti “lima rempah”. Nama ini mengacu pada campuran rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatannya, yang terdiri dari kayu manis, cengkeh, adas manis, lada Sichuan, dan biji adas.
Ketika para imigran Tionghoa membawa resep ini ke Nusantara, khususnya ke daerah Betawi, terjadilah proses akulturasi kuliner. Bahan-bahan dan teknik memasak lokal mulai diintegrasikan, menghasilkan versi gohyong yang kita kenal saat ini. Misalnya, penggunaan daging babi yang umum di Tiongkok digantikan dengan daging ayam atau sapi untuk menyesuaikan dengan preferensi dan norma masyarakat setempat.
Proses evolusi gohyong tidak berhenti di situ. Seiring waktu, hidangan ini semakin beradaptasi dengan selera lokal. Penambahan bumbu-bumbu khas Indonesia seperti bawang putih, bawang merah, dan cabai mulai diterapkan, memperkaya profil rasa gohyong. Bahkan cara penyajiannya pun mengalami penyesuaian, dengan penambahan saus asam manis atau sambal sebagai pelengkap.
Gohyong kemudian menjadi bagian integral dari kuliner Betawi, sering hadir dalam berbagai perayaan dan acara penting. Kehadirannya di meja makan mencerminkan harmoni antara budaya Tionghoa dan Betawi, menjadi simbol persatuan dan keberagaman kuliner Indonesia.