akseswarganet – Gunakan Skrining untuk Mencegah Thalasemia, Gangguan Sel Darah Merah
Sebagai negara dengan frekuensi gen thalasemia yang tinggi, Indonesia merupakan bagian dari sabuk thalasemia global. Delapan puluh persen dari 2.500 bayi yang lahir di Indonesia setiap tahun dengan thalasemia mayor termasuk dalam kelompok akut, yang membuat mereka berisiko membutuhkan transfusi darah seumur hidup.
Kondisi yang memengaruhi hemoglobin atau sel darah merah disebut thalasemia. Anemia atau kekurangan darah disebabkan oleh ketidakmampuan orang dengan gangguan ini untuk membangun protein dalam hemoglobin, yang membuat mereka cacat dan rapuh. Karena thalasemia adalah kondisi genetik, tidak ada pengobatan untuk anemia yang ditimbulkannya.
Mengingat banyak orang mungkin tidak menyadari kondisi genetik mereka, inisiatif pencegahan yang melibatkan skrining dini calon orang tua harus menjadi prioritas utama.
Tujuan skrining thalasemia adalah untuk menentukan apakah salah satu atau kedua calon orang tua membawa sifat thalasemia dan untuk menghitung kemungkinan memiliki anak dengan tipe yang paling parah, thalasemia mayor. Sebelum menikah atau merencanakan kehamilan, pemeriksaan diperlukan.
Jika kedua pasangan merupakan pembawa, mereka dapat menerima konseling genetik untuk mempelajari pilihan mereka dan masalah keturunan apa pun.
Pengujian talasemia secara genetik
Untuk mempercepat upaya pencegahan talasemia, terutama di wilayah dengan prevalensi tinggi, Federasi Thalasemia Internasional (TIF) dan BGI Genomics menekankan pentingnya penerapan teknologi skrining genetik berbasis high-throughput sequencing (HTS).
Untuk deteksi dini talasemia, teknik pemeriksaan tradisional atau analisis darah tetap menjadi pilihan yang lebih disukai; meskipun demikian, hasilnya kurang spesifik dalam mengidentifikasi kelainan genetik tertentu.
Teknologi sequencing DNA dan RNA (next generation sequencing/NGS) dapat menjadi metode pengujian genetik yang menjanjikan untuk mengidentifikasi mutasi gen langka, yang penting untuk skrining dan pengendalian talasemia, menurut Prof. Sakorn Pornpraser, seorang ahli dari Universitas Chiang Mai, Thailand, yang berbicara di webinar yang diselenggarakan oleh TIF dan BGI Genomics.
Menurut dr. Dina, penggabungan HTS ke dalam pemeriksaan talasemia dapat meningkatkan hasil secara keseluruhan, menurut studi gabungan yang dilakukan oleh RSAB Harapan Kita dan BGI Genomics.
Mutasi alfa dan beta dapat ditemukan dalam satu pemeriksaan ketika NGS dan GAP PCR (polymerase chain reaction) digabungkan, yang menurunkan tingkat invasi dan meningkatkan tingkat skrining.
Menurut hasil studi kolaboratif yang dilakukan oleh organisasi kesehatan internasional dan BGI Genomics, HTS mampu mengidentifikasi lebih banyak mutasi talasemia. Selain itu, HTS mendeteksi variasi yang terkait dengan hemoglobinopati dan penyakit sel sabit lainnya.
Di wilayah dengan prevalensi talasemia yang lebih tinggi, teknik pemeriksaan genetik seperti HTS dapat meningkatkan tingkat deteksi dini, menurunkan tingkat kesalahan diagnosis, dan pada akhirnya mengurangi beban sosial dan medis dari penyakit yang dapat dihindari ini.