akseswarganet – Singapura Gelar Pemilu, Perdana Tanpa Dinasti Lee
Singapura membubarkan parlemen pada hari ini, Selasa (15/4) yang membuka jalan untuk pemungutan suara.
Saat ini terdapat dua jenis pemilihan umum di Singapura yakni pemilihan parlemen dan pemilihan presiden. Untuk parlemen, pemilu kali ini dilaporkan ada 93 kursi yang diperebutkan.
Nantinya pemenang akan ditentukan seberapa banyak kursi yang diraih dan menentukan partai berkuasa. Setelah itu, akan ada pemungutan suara untuk pemilihan perdana menteri.
Selama ini, Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party/PPP) menguasai kursi mayoritas sehingga memuluskan mereka memilih PM.
Di luar itu, pemilu ini akan menjadi pertarungan pertama PPP di bawah pimpinan Perdana Menteri Singapura saat ini Lawrence Wong. Sejak negara tersebut berdiri, Singapura dipimpin keluarga Lee.
RUDAL: Reaksi Negara-negara Respons Kenaikan Tarif Trump
Wong naik ke tampuk kekuasaan pada 2024 lalu usai menggantikan Lee Hsien Loong karena mengundurkan diri pada Mei dan menyatakan tak akan mencalonkan diri dalam pemilihan PM.
PAP merupakan salah satu partai politik terlama di dunia yang berkuasa sejak 1959.
Namun, dominasi partai itu kian mendapat tantangan karena pemilih muda tampak terbuka terhadap suara politik alternatif.
“Pemilu mendatang mungkin akan menjadi pertempuran elektoral terberat bagi partai yang berkuasa,” kata pengamat politik dari Solaris Strategies Singapura Mustafa Izzudin, dikutip AFP.
Profesor hukum di Universitas Manajemen Singapura Eugene Tan mengatakan pemilih milenial dan generasi Z jauh lebih reseptif terhadap “oposisi yang kredibel di parlemen.”
Pada 2020, oposisi Partai Pekerja (Worker’s Party/WP) memperoleh kemenangan bersejarah, dengan mengantongi 10 dari 93 kursi yang dipertaruhkan. Ini merupakan peningkatan signifikan dari pemilu sebelumnya.
Anggota WP, Harpreet Singh, disebut-sebut menjadi bintang baru partai ini dan dilaporkan akan mengajukan diri sebagai kandidat.
Saat berbicara di siniar lokal, Singh mengatakan Singapura bisa menjadi negara yang jauh lebih baik dan kuat dengan politik yang lebih seimbang.
“Kita perlu mengubah cara kita memperlakukan kritikus, orang-orang dengan ide yang berbeda, orang-orang dari luar sistem dengan lebih banyak rasa hormat dan bukan kecurigaan,” ungkap dia.
Tanpa Dinasti Lee